Hidup itu Penerimaan
Beberapa hari lalu saat saya akan bersiap pulang dari kantor, salah
satu sahabat saya mengirim pesan melalui whatsapp. Inti pesannya dia minta ditemenin buat
check up di salah satu rumah sakit ibu dan anak. Kerinduan saya padanya karena sudah beberapa
bulan tidak bertemu dan penasaran apa yang dia lakukan di rumah sakit membuat
saya tidak berpikir dua kali untuk segera menyusulnya.
Sahabat yang cablak dan tampak judes
di awal ini saya temui di kampus tempat kami menimba ilmu pada tahun 2004,
kesan pertama yang buruk buat kami karena saya mengira dia judes, diapun sama mengira saya judes
dan kurang senyum, info ini kami dapatkan setelah kami menjadi sahabat tentunya
:D. 3 tahun kami lalui susah senang di
kampus bersama 4 orang sahabat lainnya, mulai dari mengerjakan tugas sampai begadang,
ketahuan main kartu di kelas, ngeWO dosen yang tak kunjung datang, sampai rumpi
membicarakan kecengan masing-masing.
Nebeng temen kantor akhirnya saya sampai lobby rumah sakit, mulai
mencari-cari wanita dengan tampilan syar’i dan akhirnya ketemu, kami berpelukan
melepas kangen. Layaknya orang yang baru
bertemu setelah sekian lama kami membicarakan hal-hal remeh mengenai kegiatan
kami, sibuk ngapain sekarang sampai akhirnya kami ngobrol lebih dalam dan agak
serius mengenai kehidupan.
Sahabat saya ini telah menikah beberapa tahun lalu, dan qadarullah
sampai dengan saat ini masih Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan kesempatan untuk terus berbulan madu
menikmati masa berdua dengan suami. 2
tahun bekerja di tempat yang sama, pada akhirnya resign untuk mengikuti suaminya bertugas di kota lain menyebabkan
kami jarang bertemu, komunikasi dilakukan lewat media sosial dan aplikasi messenger. Hobi yang sama menyebabkan kami bertemu lagi,
menjelajah sambil mentafakuri ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bromo, jadi tujuan trip pertama kami setelah
kami berpisah kota, dan selanjutnya kami sering merencanakan ngetrip bareng ke
tempat-tempat baru sambil melepas kangen.
“Kontrol apa kamu disini?” Akhirnya saya memberanikan diri untuk
bertanya setelah ngobrol sana sini.
Diapun bercerita bahwa masih berikhtiar untuk mendapatkan momongan
sampai sekarang, entah sudah berapa kali operasi yang dia jalani menyebabkan
saya tergelitik untuk bertanya, “kamu sakit gak sih dioperasi terus?” karena
dia selalu tampak ceria dan baik-baik saja kalau bertemu, lalu dia menjawab
serius, “kalau dibilang sakit ya sakit,
tapi balik lagi pas sakit ingat aja sama Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mungkin ini
semua Allah kasih buat jadi penggugur dosa aku di masa lalu”. Jawaban yang membuat saya merenung, apapun
yang menimpa kita memang kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tugas kita ya mengikuti
prosesnya, berikhtiar, berdoa, sisanya tawakal berserah diri terhadap hasil
apapun yang terbaik untuk kita.
Dari situ saya belajar lagi, Hidup itu penerimaan, bersabar saat
ditimpa musibah dan bersyukur saat mendapat kesenangan, seperti sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sungguh menakjubkan urusan seorang
mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali
pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka
yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa
kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan
baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya
Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).
Dia menambahkan lagi, hidup itu giliran, Yang sedang berbahagia hari
ini, Mungkin besok bisa jadi bersedih. Yang
sedang bersedih hari ini, Mungkin besok bisa jadi bahagia. Itulah hidup, Tidak akan selamanya berbahagia,
Tidak akan selamanya bersedih. Janganlah
kita termasuk kepada manusia yang tertulis dalam Surat Al Fajr ayat 15-16
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku
menghinakanku“. Tetaplah bersyukur jika berbahagia, Tetaplah bersabar jika
bersedih, Sebab tak ada yang abadi didunia ini, Akhiratlah sebenar-benarnya
kehidupan. Yakinlah ada sesuatu yang
menantimu selepas banyak kesabaran (yang kau jalani),yang akan membuatmu
terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit” -Ali bin Abi Thalib-.
Panjang lebar obrolan sore ke malam bersama sahabat saya itu, selalu
dan selalu bersyukur dapat bertemu dan dapat pengalaman serta ilmu baru
darinya. Semoga persahabatan ini gak
hanya sebatas di dunia ya, tapi sampai akhirat kelak. Aamiin Ya Rabbal’alaamiin. Love you cause Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Komentar